"...Dan gua jawab bahwa gua mulai terbiasa dengan suhu di sana. Seringnya gua ngomong gitu dengan rambut yang berdiri semua, atau hidung yang meler ingusan...."
Bertualang
di negri orang tentu memiliki kesan tersendiri. Terlebih jika itu merupakan
penglaman pertama, sendiri, dengan persiapan yang bisa dibilang kurang matang,
dan yang paling fatal adalah sifat ceroboh yang rasanya selalu mengikuti dan
gak pernah berkurang. Gua datang ke San Francisco dengan koper terbesar yang
kami punya. Terlihat berlebihan, tapi ternyata sangat membantu pada akhirnya.
Dengan panduan check-list yang gua buat, koper itu penuh dalam
beberapa malam: baju dan celana MUSIM PANAS UNTUK 4 MINGGU, peralatan pribadi,
sampai MIE INSTAN KEMASAN KECIL maupun KEMASAN STEREFOAM. Semua barang itu gak
ada yang sia-sia, tapi sesungguhnya banyak yang lebih penting dan berarti untuk
dibawa.
Kesalahan
terbesar pertama gua adalah, gua gak browsing dulu masalah musim panas di San
Francisco. Ya, gua bawa 1 jaket, 1 kaos panjang, 2 celana panjang (pada
akhirnya gua terpaksa beli celana panjang lain di sana), sisanya kaos dan
celana pendek super santai termausk celana pantai. Banyak teman gua yang akhirnya
menawarkan jaketnya ketika ngelihat gua jalan-jalan cuma dengan kaos dan celana
pendek. Bahkan pernah suatu malam di halte bus, seorang ibu bertanya, “Apakah
kamu gak kedinginan? Bahkan saya yang sudah bertahun-tahun di sini (San Francisco) masih membutuhkan jaket
setiap waktu.” Dan gua jawab bahwa gua mulai terbiasa dengan suhu di sana.
Seringnya gua ngomong gitu dengan rambut yang berdiri semua, atau hidung yang
meler ingusan.
Sunrise di Battery Spancer. Foto pertama pukul 06:17 dan foto setelahnya adalah pukul 06:38. Dalam beberapa menit Karl, kabut yang biasa menutupi puncak Golden Gate Bridge rasanya tidak mau melewati pagi itu.

Dolores Park. Taman ini merupakan taman yang paling ramai di San Francisco. Banyak orang datang ke sini untuk sekedar istirahat dan tudur-tiduran, baca buku, olah raga, melakukan permainan kecil dan aksi akrobatik, piknik, foto-foto, bahkan minum bir maupun menghisap ganja. Jangan salah, pada jam-jam teretentu sinar matahari bisa sampai ke taman ini menjadikannya taman yang terbesar dan pas untuk segala aktivitas. Namun seperti pada saat kami di sana, sinar matahari seolah masih jauh dan angin luar biasa dingin berhembus seperti biasa. Josue, So Young dan beberapa orang di belakang kami memutuskan memakai jaketnya. David sempat menawarkan jaketnya karena merasa sudah terbiasa, dan gua terinspirasi untuk membiasakan diri juga.
Sausalito. Kota kecil ini hanya beberap kilometer dari pusat kota San Francisco namun memiliki iklim yang sangat berbeda: hangat dan tidak berangin. San Francisco kapanpun, jika di lihat dari kota ini selalu diselimuti kabut tebal.
Suturo Bath. Terletak di sisi paling barat San Francisco. Sepanjang horizon adalah Teluk Farallones yang membawa angin dari Samudra Pasifik Utara yang sangat dingin.Tentu saja airnya dingin sepanjang tahun. Tempat ini selalu dipenuhi wisatawan, fotografer, dan pemain selancar terutama saat mata hari terbenam. Foto ini diambil sekitar pukul 07:50 malam.
Oakland Museum of California. Foto ini diambil pada akhir bulan Juli, artinya belum ada 1 bulan gua di San Francisco. Yang menarik adalah, walaupun terasa sangat dingin, sinar matahari tetaplah terik paling tidak sampai sekitar jam 8 malam. Dan gua yang lebih sering menghabiskan waktu di luar, tanpa sadar jadi belang. Hal yang juga disadari sama Jeff yang ternyata juga belang, ya walaupun gak separah gua.
Namun siapa sangka bahwa cuaca
yang cukup ekstrem ini merupakan hal yang paling gua inget dan rindukan dari
San Francisco. Gua terbiasa bangun pagi dan mendapati jendela rumah gua
berembun dan jalanan yang selalu basah. Gua terbiasa jalan-jalan di kota, atau
sekedar tidur siang di taman saat hari cerah namun angin tetap berhembus
dingin. Begitu pulang, kamar kecil selalu jadi tempat pertama yang gua tuju.
Karl Sang Kabut juga sering menutupi puncak Golden Gate Bridge. Bahkan ketika
gua ke Battery Spencer buat menikmati sunrise di sisi lain jembatan itu, Karl
tetap hadir walaupun sempat menyingkir sebentar seolah mengijinkan kami mengabadikan
momen terbaik itu. Pernah suatu hari gua pergi ke Sausalito, “desa nelayan
kecil” di sebrang Golden Gate Bridge. Walaupun hanya dipisahkan oleh selat,
cuaca di Sausalito sangat berbeda: hangat dan tidak terlalu berangin. 180
derajat berbeda dengan apa yang “memayungi” San Francisco saat itu: kabut
gelap. Kadang pagi atau malam turun grimis. Biasanya cukup ringan sehingga
payung tidak diperlukan. Namun pernah beberapa waktu gua mendapati jaket gua
basah kuyup. Itu saat gua gak bawa kunci pagar, HP gak ada internet dan pulsa,
serta grimis turun dan memperparah malam itu. Ada kalanya kabut menutupi
jalanan, sehingga daya pandang sangat buruk. Teringat film-film horror di mana
bayangan tokoh jahat muncul dari ujung jalan tertutupi kabut. Persis saat gua kena
jam malam transportasi di stasiun West Portal. Gua juga sempat menghabiskan
akhir pekan di Las Vegas, San Diego, Davis, atau Los Angeles yang memiliki
cuaca yang lebih pas dengan pakaian yang memang gua siapkan untuk musim panas.
Tapi hal pertama yang selalu gua lakukan begitu kembali ke San Francisco adalah
menarik napas
dalam-dalam, mengisi penuh paru-paru gua dengan udara dingin San Francisco dan
mengatakan dengan penuh syukur “I’m home.”
Comments
Post a Comment